Home » » Guru Pelita Bangsa

Guru Pelita Bangsa

Posted by Pelita Bangsa on Sunday, April 9, 2017

Guru merupakan salah satu komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum (Mulyasa, dalam Syaodih, 1998: 13). Menurut Undang-undang Sisdiknas tentang guru No. 20 Tahun 2003 pasal 39 menyatakan bahwa (1) guru merupakan tenaga kependidikan bertugas melaksanakan tugas administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, (2) guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi ( Mulyasa, 2008 : 197).
Selain guru sebagai perencana dan pengembang, ada  berbagai peranan yang harus dilakukan oleh guru diantaranya guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, innovator, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pemindah kemah, emansipator, dan guru sebagai pengawet. Semua peranan guru sangat penting dan harus dimiliki serta dilakukan oleh guru. Guru dikatakan berhasil jika dia mampu menjalankan perannya dengan baik.
Terlepas dari itu, terkadang guru secara tidak sadar melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam berperilaku maupun dalam melaksanakan tugas pokoknya mengajar. Namun demikian, bukan berarti kesalahn guru harus dibiarkan dan tidak dicarikan cara pemecahannya. Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan.
Dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Kesalahan tersebut adalah mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negatif, menggunakan destruktif discipline, mengabaikan kebutuhan- kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,merasa diri paling pandai di kelasnya, tidak adil (diskriminatif), serta memaksa hak peserta didik. Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Ada beberapa penyakit guru yang sedang marak yakni Kusta (Kurang Strategi), Tbc (Tidak Banyak Cara), Kudis (Kurang Disiplin), Kram (Kurang Terampil), Lesu (Lemah Sumber), Wts (Wawasan Tidak Luas), Mual (Mutu Amat Lemah) dll
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

Perbedaan Guru Zaman Dahulu dan Sekarang
Banyak guru mengeluh karena tugas guru jaman sekarang sangatlah banyak. Guru tidak hanya mengajar di depan siswa, tapi masih harus memikirkan masalah administrasi yang sangat banyak seperti program semester, RPP, dll. Selain itu  masih ada juga tuntutan moral guru sebagai seorang pendidik yang diharapkan mampu menanamkan nilai dan budi pekerti yang baik ke anak-anak. Dengan tuntutan pekerjaan yang begitu banyak, ironisnya penghargaan kepada profesi guru itu semakin berkurang. 
Guru-guru jaman dulu itu sangat dihormati, baik oleh murid-muridnya maupun oleh masyarakat. Guru masih dianggap sebagai pekerjaan yang mulia dan terpandang. Derajat guru dalam sosial masyarakat bahkan terkadang lebih ditinggikan dibanding konglomerat di daerah itu. Begitupun dengan murid-murid. Setiap guru datang selalu disambut murid dengan dan murid selalu mematuhi apa yang guru perintah. Bandingkan dengan kondisi guru sekarang. Guru tidak ada bedanya dengan pekerjaan lainnya, dan murid kurang hormat lagi kepada guru. Semakin banyak anak yang kurang ajar dan membantah perkataan guru.
Dahulu, ilmu pengetahuan belum berkembang sepesat sekarang. Guru sangat dihormati, pertama karena memang merekalah satu-satunya sumber ilmu. Kalau tidak ada guru, mereka tidak bisa belajar. Sekarang coba lihat, dari mana saja kita bisa belajar. Buku, televisi, laptop, handphone, semuanya bisa jadi sumber belajar kita. Apalagi dengan filosofi pendidikan sekarang yang harus kontekstual, maka belajar tidak hanya bisa dilakukan disekolah. Jika memang demikian, bahkan bisa-bisa guru kalah dengan muridnya. Banyak guru yang tidak bisa mengoperasikan laptop, jangankan mengoprasikan, memegangnya saja takut. Jika sudah demikian, secara psikologis ketakutan murid ke guru tidak lagi seperti dulu karena tanpa guru pun mereka masih bisa belajar. Kedua, dengan mulai meleknya masyarakat akan HAM, banyak guru yang takut berbuat kekerasan untuk mengontrol perilaku siswa. Jika dulu rotan adalah sabahat guru, sekarang bahkan untuk memaki siswa dengan kata-kata kasar saja guru sudah pikir-pikir. Jangan-jangan nanti ada orang tua yang tidak terima dan dilaporkan ke polisi. Jika sudah demikian, ruang gerak guru semakin terbatas, dan ketakutan siswa terhadap guru semakin berkurang, bahkan tidak jarang guru yang lebih takut kepada siswa. 



Thanks for reading & sharing Pelita Bangsa

Previous
« Prev Post
Oldest
You are reading the latest post

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Latest Reviews